Beranda | Artikel
Hadits Arbain Ke 8 – Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Rabu, 4 September 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Anas Burhanuddin

Hadits Arbain Ke 8 – Mengajak Kepada Kalimat Syahadat merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Anas Burhanuddin, M.A. dalam pembahasan Al-Arba’in An-Nawawiyah (الأربعون النووية) atau kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi rahimahullahu ta’ala. Kajian ini disampaikan pada 6 Dzul Qa’idah 1440 H / 09 Juli 2019 M.

Status Program Kajian Kitab Hadits Arbain Nawawi

Status program kajian Hadits Arbain Nawawi: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Selasa sore pekan ke-2 dan pekan ke-4, pukul 16:30 - 18:00 WIB.

Download juga kajian sebelumnya: Hadits Arbain Ke 7 – Agama Adalah Nasihat

Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 8 – Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Kajian kali ini membahas hadits arbain ke 8, yaitu hadits Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكاَةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالىَ

رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.

“Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak disembah kecuali hanya Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah, kemudian menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan kalau mereka sudah lakukan itu berarti mereka telah menjaga harta dan jiwa mereka berarti mereka telah menjaga dari saya darah dan harta mereka, kecuali dengan hak Islam dan hisab mereka adalah urusan Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ini adalah sebuah hadits yang agung riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma yang biografi singkatnya sudah kita jelaskan dalam hadits sebelumnya. Dalam hadits ini beliau meriwayatkan bahwasannya Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Aku telah diperintahkan untuk memerangi orang-orang sampai mereka bersaksi bahwasanya tidak ada yang Tuhan berhak disembah kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah. Kemudian mereka menegakkan shalat dan menunaikan zakat.”

Hadits ini menunjukkan bahwasanya di antara bagian syariat Islam yang agung adalah syariat jihad, mengajak manusia kepada Islam, kepada pengakuan bahwasanya tidak ada yang berhak disembah kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah. Ini adalah bagian dari jihad, bagian dari Islam dalam rangka menyelamatkan orang-orang dari kemusyrikan. Dan ini adalah dakwahnya para Rasul semuanya, tidak hanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tapi seluruh Nabi dari Nabi Adam ‘Alaihis Salam sampai Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka semuanya mendakwahkan tauhid ini.

Dalam hadits shahih yang lain Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan bahwasanya para Nabi ini adalah anak-anak dari satu ayah yang beda ibu. Satu ayah artinya adalah bahwa intisari ajaran agamanya sama. Namun mereka berbeda dalam beberapa syariat yang mereka ajarkan. Ini adalah ajaran para Nabi semuanya dan ini adalah intisari ajaran agama Islam. Dan kalau mereka tidak mau untuk memenuhi panggilan ini maka mereka bisa diperangi dengan syarat-syarat tertentu.

Tapi kalau mereka sudah memenuhi panggilan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam atau para ulama setelah beliau yang mengajak mereka kepada syahadat Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah, maka mereka sudah dianggap masuk Islam.

Kewajiban Pertama Seorang Muslim

Hadits ini menunjukkan bahwasanya masuk Islam itu adalah dengan mengucapkan Laa Ilaaha Illallah setelah sebelumnya meyakininya. Kemudian mengucapkan juga syahadat yang kedua yaitu syahadat bahwasanya Muhammad Rasulullah.

Ini adalah kewajiban pertama seorang Muslim. Tidak seperti yang di Sebutkan oleh sebagian orang bahwasannya dia harus ragu dulu, harus bertanya dulu dan lain sebagainya. Hadits ini menunjukkan bahwasanya seseorang cukup mengucapkan Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah setelah meyakini kebenaran maknanya dan itu cukup untuk membuat dia masuk ke dalam Islam.

Kewajiban Untuk Diiringkan Antara Dua Kalimat Syahadat

Dalam sebuah hadis riwayat Muslim yang lain disebutkan:

حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَيكْفُرُ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُونِ اللَّهِ

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersyahadat Laa Ilaaha Illallah dan kafir terhadap apa yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)

Ini menunjukkan bahwasanya sekedar mengimani Allah sebagai Tuhan kita saja tidak cukup. Tapi keyakinan tersebut harus diiringi juga dengan berlepas diri atau kufur dari semua sesembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini ditafsirkan oleh riwayat Muslim yang lain. Dan kata para ulama bahwa riwayat-riwayat ini saling menafsirkan. Jadi bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala plus mengingkari penyembahan dan segala bentuk ibadah untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kemudian juga diikuti dengan bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah utusan Allah. Ini adalah konsekuensi dari syahadat yang pertama. Keduanya harus kita wujudkan. Tidak cukup syahadat yang pertama saja tapi harus diikuti dengan syahadat yang ke-2.

Dan kalau ada orang yang tidak menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan apapun tapi dia tidak beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka dia belum dihitung masuk Islam, dia belum dihitung selamat. Yang selamat adalah mereka yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah kemudian juga bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah hamba dan utusan Allah.

Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sebuah hadits riwayat Muslim yang lain:

لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ، وَلَا نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

“Tidaklah seseorang dari umat ini, baik Yahudi dan Nashrani, mendengar tentangku, kemudian dia meninggal dan tidak beriman dengan agama yang aku diutus dengannya, kecuali dia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim)

Jadi orang yang hidup setelah diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka dia wajib untuk beriman kepada beliau dan menjadikan beliau sebagai panutan. Maka syahadat yang kedua ini adalah sebuah lazim atau konsekuensi dari syahadat yang pertama. Syahadat yang pertama tidak sah kecuali dengan syahadat yang kedua dan syahadat yang kedua juga harus dibangun diatas syahadat yang pertama dahulu. Ada kewajiban untuk diiringkan antara dua syahadat ini.

Empat Kewajiban Yang Melindungi Seorang Muslim

Kemudian setelah mengucapkan Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah hendaknya seorang muslim juga menegakkan shalat, kemudian menunaikan zakat. Jadi ada empat kewajiban ini. Syahadat Laa Ilaaha Illallah, kemudian syahadat Muhammadur Rasulullah, kemudian menegakkan shalat dan menunaikan zakat.

Ini adalah empat hal yang bisa melindungi seorang muslim dari pedang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka di sini beliau mengatakan:

فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَـهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ

“Kalau mereka sudah lakukan itu semuanya, maka mereka telah melindungi darah mereka dan harta mereka dari aku (yakni dari senjata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan pedang beliau) kecuali dengan hak Islam.”

Apa artinya “dengan hak Islam”? Yaitu kecuali kalau mereka melakukan hal-hal yang membuat darah mereka kembali halal. Seperti yang disebutkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang ke-14 Insyaallah dirangkaian Arba’in An-Nawawiyah ini. Yaitu sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

لاَ يَحِلُّ دَمُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: الثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ المُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ

“Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan satu dari tiga perkara; (1) orang yang berzina dalam keadaan sudah menikah, (2) membunuh darah sesama muslim, (3) orang yang murtad meninggalkan agamanya dan meninggalkan jamaah umat Islam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ini adalah tiga perkara yang merupakan hak Islam, yang bisa menghalalkan kembali darah mereka meskipun mereka sudah mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, sudah mengucapkan Muhammadur Rasulullah, sudah menegakkan shalat, menunaikan zakat. Hal ini karena ada catatan, “kecuali kalau mereka melakukan perbuatan yang bisa membuat mereka dihukum dengan dibunuh.” Maka ada hak Islam ini.

Hadits Ibnu Umar ini adalah termasuk hadits paling lengkap yang menunjukkan bahwasanya agar seseorang terlindung harta dan jiwanya maka mereka harus mendatangkan empat perkara ini. Dan kalau sampai mereka tidak melakukannya maka konsekuensinya berat. Karena kalau ada orang yang sudah Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah tapi tidak shalat, maka ini harus dipaksa untuk shalat. Dan kalau mereka adalah sekelompok orang atau komunitas atau kaum yang memiliki kekuatan yang ingin melawan pemerintah muslim maka mereka harus diperangi. Demikian juga kalau ada orang yang sudah Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah tapi dia tidak mau mengeluarkan zakat saat ada kewajiban zakat atas dirinya, maka zakat tersebut boleh diambil secara paksa oleh pemerintah muslim. Dan kalau orang tersebut bersama sebuah kaum/sebuah komunitas/sebuah masyarakat yang punya kekuatan, maka boleh bahkan wajib bagi pemerintah muslim untuk memerangi kaum tersebut kalau mereka tidak mau menunaikan zakat. Inilah aturan Islam yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang agung ini.

Ada sebagian riwayat hadits yang tidak menyebutkan kata “shalat dan zakat” ini. Sehingga akhirnya sempat menimbulkan perbedaan persepsi diantara para sahabat. Sehingga setelah meninggalnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ada sebagian kaum yang tidak mau menunaikan zakat lalu Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu berniat untuk memerangi mereka. Namun sebelum memerangi mereka terjadi diskusi antara beliau dengan Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu. Dimana Umar menghafal dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebuah hadits yang bunyinya:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، فَإِذَا قَالُوهَ عَصَمُ مِنِّي دَمَهُ وَمَ لَهُ إِلاَّ بِحَقِّه

“Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah, maka kalau mereka sudah mengucapkannya berarti mereka telah melindungi dariku harta dan jiwanya kecuali dengan haknya.” (HR. Muslim dari Umar Radhiyallahu ‘Anhu)

Maka Umar bertanya kepada Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu, “Wahai Abu Bakar, kenapa engkau bertekad untuk memerangi mereka yang tidak mau membayar zakat? Padahal Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah bersabda, ‘Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah. Kalau mereka sudah mengucapkannya berarti sudah aman, kecuali dengan haknya.`”

Maka Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu mengatakan bahwa zakat adalah hak harta yang disebutkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits tersebut. Maka itu yang aku pahami dan aku akan memerangi mereka berdasarkan hadits ini. Hal ini menunjukkan bahwasanya baik Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu maupun Umar bin Khattab tidak menghafal haditsnya Abdullah bin Umar. Sehingga mereka harus berdiskusi. Dan dalam diskusi ini Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu memakai qiyas. Beliau tidak memakai nash. Beliau mengatakan bahwasanya zakat adalah hak harta. Karena dalam hadits tersebut tidak disebut menegakkan shalat dan menunaikan zakat secara tersurat. Maka sempat terjadi diskusi antara keduanya namun akhirnya ketika Abu Bakar Ash Shiddiq bertekad seperti itu dan sudah klarifikasi bahwa ada dasarnya, maka Umar bin Khattab mengatakan bahwa dia tidak melihat kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah melapangkan dada Abu Bakar Ash Shiddiq untuk memerangi orang-orang yang tidak menunaikan zakat, maka aku tahu itulah kebenaran.

Kalau seandainya mereka mengetahui riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Umar yang merupakan orang yang lebih junior daripada mereka, maka niscaya tidak perlu ada diskusi yang panjang. Karena dalam riwayat Ibnu Umar disebutkan secara lengkap. Yaitu bahwasanya syarat untuk bisa terlindung dari pedang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah mereka harus mengucapkan syahadat Laa Ilaaha Illallah Muhammadar Rasulullah, kemudian yang kedua menegakkan shalat dan yang ketiga adalah menunaikan zakat.

Ini menunjukkan bahwasannya kadang-kadang ada hadits yang tidak diketahui oleh para sahabat senior namun hadits tersebut justru dihafal oleh para sahabat junior. Sebagaimana Abu Bakar Ash Shiddiq dalam kisah yang lain bahwa beliau didatangi oleh seorang wanita yang sudah tua. Dia adalah seorang nenek yang bertanya tentang apakah dia berhak untuk mendapatkan jatah warisan dari cucunya yang sudah meninggal. Maka Abu Bakar Ash Shiddiq menjelaskan bahwasanya beliau tidak mengetahui Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan jatah warisan untuk seorang nenek dari peninggalan atau pusaka cucunya. Hal ini karena beliau tidak tahu, beliau tidak mendengar, tidak punya ilmu dalam hal itu. Kemudian disaat yang sama ada tiga orang sahabat muda yang bersaksi bahwasanya mereka mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau memberikan jatah seperenam untuk seorang nenek dari warisan cucunya. Padahal Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anhu adalah orang yang paling alim dari kalangan sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Namun beliau tidak menguasai Islam 100%, ada beberapa ilmu yang tidak sampai kepada beliau atau awalnya tidak sampai baru kemudian beliau mengetahuinya daripada sahabat junior.

Itulah Islam, tidak ada yang menguasai ilmu ini secara lengkap, secara sempurna 100% kecuali hanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam saja. Adapun para sahabat dan juga para ulama maka mereka mengetahui sebagian ilmu dan tidak mengetahui sebagian yang lain. Makanya kita tidak boleh fanatik buta kepada siapapun termasuk kepada seseorang seperti Abu Bakar Ash Shiddiq atau Umar bin Khattab atau Imam Syafi’i dan yang berlaku adalah apa yang di tuliskan dan diucapkan oleh Imam Malik bin Anas Rahimahullahu Ta’ala:

كُلُّ أَحَدٍ يُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِ وَيَرُدُّ إِلَّا صَاحِبَ هَذَا الْقَبْرِ

“Semua orang itu bisa diambil pendapatnya atau ditinggalkan kecuali hanya pemilik kuburan ini (sambil menunjuk kepada kubur Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam)”

Hadits riwayat Abdullah bin Umar ini adalah hadits dengan riwayat yang lengkap dan disini ada penyebutan menegakkan shalat dan menunaikan zakat secara tersurat langsung kecuali dengan hak Islam. Jadi, kalau orang sudah melakukan tiga hal tadi, maka dia telah aman hartanya dan jiwanya kecuali kalau dia melakukan hal-hal yang membuat dia bisa dihukum dengan dibunuh dalam agama Islam.

Hisab Mereka Ada Pada Allah

Adapun kalau mereka sudah melakukan tiga hal tadi, maka secara lahir mereka dianggap sebagai Muslim. Adapun hisab mereka itu ada pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Artinya di dunia mereka dianggap sebagai Muslim. Adapun di akhirat maka kita serahkan urusan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kalau mereka memang benar-benar beriman kepada Allah dan RasulNya, kalau mereka benar-benar mengimani bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali hanya Allah, mereka benar-benar mengimani bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka iman mereka diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mereka akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat.

Sebaliknya, kalau mereka tidak mau beriman dalam hati mereka, kalau mereka hanya menunjukkan keimanan secara lahir saja tanpa diiringi dengan keimanan dalam hati, maka inilah kemunafikan. Kita tidak boleh untuk membunuh mereka atau mengambil harta mereka, tapi kita diperintahkan untuk bermuamalah kepada mereka dengan muamalah umat Islam. Sebagaimana Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga memperlakukan mereka dengan baik di kota Madinah. Padahal beliau tahu bahwasannya ada diantara mereka orang-orang munafik, orang-orang yang tidak benar-benar beriman. Mereka menutupi kekufuran mereka, mereka mengucapkan Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah, mereka juga datang ke mesjid, mereka menunaikan zakat. Karena itulah aturan Islam.

Di sini Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengamalkan perintah TuhanNya. Karena ketika beliau mengadakan:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ

Yang memerintahkan adalah Tuhan beliau dan Tuhan kita semuanya sebagai umat Islam yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah sudah membuat syariat untuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa barangsiapa yang sudah syahadat, menegakkan shalat, menunaikan zakat, maka harta dan jiwa mereka aman.

Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau taati perintah ini. Maka di kota Madinah mereka dibiarkan untuk hidup, dibiarkan untuk tinggal bersama umat Islam, dibiarkan untuk ikut shalat di masjid. Bahkan mereka hadir shalat jama’ah. Dan disebutkan dalam hadits yang shahih:

أَثْقَلُ الصَّلَاةِ عَلَى الْمُنَافِقِينَ: صَلَاةُ الْعِشَاءِ، وَصَلَاةُ الْفَجْرِ

“Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya’ dan shalat subuh.” (Muttafaqun ‘Alaih)

Hal ini karena orang-orang munafik ini adalah orang-orang yang tidak pernah beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tidak pernah mengimani Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka kufur kepada keduanya. Tapi mereka takut pedangnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ketika beliau sudah berkuasa di kota Madinah mereka takut diusir, mereka takut diperangi oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka mereka menunjukkan keislaman tapi menutupi kekufuran mereka.

Dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak memerangi mereka padahal beliau tahu ada orang-orang seperti itu di kota Madinah. Bahkan beliau mendapatkan wahyu di kasih tahu oleh Allah bahwa si Fulan, si Fulan, si Fulan adalah seorang munafik. Tapi inilah aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang harus dijalankan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Maka kita pun sebagai umat Islam juga wajib untuk mengikuti syariat ini. Kita harus melakukan apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Yaitu menjaga harta dan jiwa orang yang sudah mengucapkan Laa Ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah, menegakkan shalat dan menunaikan zakat.

Adapun urusan mereka tidak benar-benar beriman, mereka menyembunyikan kekufuran mereka, maka itu adalah urusan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Allah yang akan menghisab mereka kalau mereka tidak benar-benar beriman, kalau mereka tidak benar-benar shalat dengan ikhlas, menunaikan zakat dengan ketulusan, maka mereka akan masuk dalam ancaman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ

Sesungguhnya orang-orang munafik itu ditempatkan di lapisan paling bawah neraka.” (QS. An-Nisa`[4]: 145)

Na’udzubillahimindzalik..

Simak kandungan hadits arbain yang mulia ini pada menit ke-27:33

Download mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Hadits Arbain Ke 8 – Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Mari raih pahala dan kebaikan dengan membagikan tautan ceramah agama ini ke Jejaring Sosial yang Anda miliki seperti Facebook, Twitter, Google+ dan yang lainnya. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Anda.

Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com

Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :

Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv

Pencarian:


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/47645-hadits-arbain-ke-8-mengajak-kepada-kalimat-syahadat/